MENGENAL KONSTRUKSI RUMAH INSTAN SEDERHANA SEHAT (RISHA)

Sarmulia Sinaga,ST.,MT.

Widyaiswara Ahli Madya BBPPMPV BBL Medan

 

 

1.     Pendahuluan

Ketika kita berbicara tentang pembangunan rumah, ada 2 (dua) variabel penting yang harus kita pertimbangkan yaitu dana dan waktu. Dalam rangka menjawab kedua permasalahan inilah muncul teknologi beberapa teknologi baru diantaranya adalah  RISHA.  Kata RISHA merupakan singkatan dari Rumah Instan Sederhana Sehat, merupakan perpaduan antara  teknologi konstruksi sistem pracetak dengan manual untuk bangunan rumah  sederhana. Teknologi ini ditemukan dan dikembangkan oleh Puslitbang Permukiman Kementerian   Pekerjaan   Umum   dan   Perumahan   Rakyat. Prinsip kerja RISHA adalah menggunakan sistem bongkar-pasang atau knockdown dari komponen-komponen modular yang dibuat secara manual maupun  fabrikasi. Struktur RISHA merupakan rumah dengan konsep bongkar pasang atau knock down, di mana proses pembangunannya tidak membutuhkan campuran semen segar, tetapi dengan menggabungkan panel-panel beton yang telah dicetak terlebih dahulu dengan baut. Dengan demikian, pembangunan rumah dengan metode ini dapat diselesaikan dengan waktu jauh lebih cepat dibandingkan dengan secara manual. Di samping waktu yang lebih cepat, biaya juga dapat lebih ringan, karena dapat mengurangi pemakaian perancah dan cetakan.

Setelah melalui proses uji coba dan pengembangan sejak 2004, rumah ini dinyatakan dapat digunakan dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Setelah memperoleh pengakuan dan standar kelayakan dari Standar Nasional Indonesia (SNI) maka konstruksi   RISHA sudah banyak diogunakan di berbagai daerah dimana hingga kini telah didirikan di lebih dari 60 wilayah di Indonesia dengan jumlah mencapai ratusan ribu unit, dan lebih diperuntukkan bagi warga kelas menengah ke bawah.

Pembangunan rumah dengan metode ini dapat diselesaikan dengan waktu jauh lebih cepat dibandingkan dengan secara manual. Disamping waktu yang lebih cepat, biaya juga dapat lebih ringan, karena dapat mengurangi pemakaian perancah dan cetakan, maka layak untuk dikembangkan di proyek perumahan yang ada di Indonesia.

Mengingat negara Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia (setelah Republik Rakyat Tiongkok, India dan Amerika Serikat) maka dibutuhkan banyak perumahan untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Berdasarkan pada proyeksi Pemerintah, diumumkan di awal 2014, jumlah penduduk Indonesia akan bertumbuh dari 237,6 juta orang di 2010 menjadi 271,1 juta orang di 2020 dan menjadi 305,6 juta orang di 2035.

 

Gambar 1. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia

Mengacu pada data statistik laju pertumbuhan penduduk Republik Indonesia yaitu  berdasarkan catatan BPS, pada tahun 2000 – 2010  adalah  1,49  persen.  Jika  kita  melihat  data  jumlah  penduduk  pada  tahun  2014,  jumlah  penduduk Indonesia sebesar 237,56 juta, maka rata-rata pertambahan penduduk pada kisaran 3,5 juta  jiwa  per  tahun.  Menurut Hasil Sensus Penduduk (SP2020) pada September 2020 mencatat jumlah penduduk sebesar 270,20 juta jiwa, dimana prediksi rata- rata laju pertumbuhan penduduk per tahun untuk tahun 2010 – 2019 adalah 1.31. Konsentrasi  penduduk  Indonesia  masih  berada  di  pulau  Jawa.  Persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019. Pada Maret 2020, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki   4,66   orang   anggota   rumah   tangga.   Dengan   demikian,   besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata yang ditetapkan  adalah sebesar Rp 2.118.678,-/rumah tangga miskin/bulan.  Masyarakat  pada  kelompok  ini  memiliki  keterbatasan  kemampuan  untuk  dapat  mengakses  rumah  yang  layak  huni.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat  Jenderal  Penyediaan  Perumahan,   Kementerian   Pekerjaan   Umum   dan   Perumahan   Rakyat   menyebutkan   angka   kekurangan  rumah  (backlog)  di  Indonesia  pada  tahun  2014  adalah  sebesar  13,5  juta  unit. Pertambahan  kebutuhan  rumah  di  Indonesia  adalah  sebanyak  800.000  unit  per  tahun,  di  mana  pemerintah hanya dapat menyediakan 400.000 unit di dalamnya. Penyediaan  perumahan  masih  banyak  dilakukan  oleh  masyarakat  dan  swasta.  Kendala  pembangunan  perumahan  yang  sudah  dapat  diidentifikasi  terkait dengan masalah keterbatasan dari aspek supply perumahan, terjadinya peningkatan  jumlah  rumah  tidak  layak  huni  dan  sarana  dan  prasarana  perumahan  yang  belum  memadai, serta semakin luasnya wilayah permukiman kumuh. Menurut data Kementerian PUPR per 8 Maret 2019, jumlah backlog sebanyak 7,6 juta unit. (dikutip dari https://properti.kompas.com/read/2019/03/11/104252821/per-8-maret-2019-backlog-rumah-76-juta-unit?page=all)

Sesuai  amanat  UU  No.  1  tahun  2011  terdapat  pembagian  tugas  pemerintah  dan  pemerintah  daerah  terkait  upaya  penyediaan  perumahan.  Tugas  tersebut  adalah  bahwa  pemerintah  pusat  menyiapkan  alokasi  dana  untuk  mewujudkan  perumahan  bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)  dan  melakukan   fasilitas   penyediaan   perumahan   dan   permukiman   bagi   Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)  .   Sedangkan   bagi   pemerintah   daerah,   diberikan   tugas   untuk   menyiapkan   tanah/   lahan   untuk   pembangunan   perumahan  dan  permukiman  bagi  Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),  serta  menyiapkan  prasarana  dan  sarana  pembangunan  bagi MBR di tingkat Kabupaten/ Kota.

Terkait   upaya   penyediaan   rumah   tersebut,   pemerintah   melalui   Puslitbang   Permukiman,   Kementerian  Pekerjaan  Umum  dan  Perumahan  telah  menghasilkan  teknologi  rumah  instan  sederhana yang diberi nama RISHA. Teknologi yang ditawarkan adalah berupa teknologi struktur beton   pra   cetak atau pre-cast dengan model bongkar pasang atau dikenal dengan nama sistem knockdown, yang   bertujuan   untuk   mempersingkat   waktu   pemasangan,    menjamin    mutu    kualitas    kehandalan    terutama    struktur    bangunan    dan    mempermudah  pembangunan  rumah.  Inovasi  RISHA  ini  telah  diterapkan  dibeberapa  lokasi  di  Indonesia seperti di Aceh beberapa waktu setelah terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami, di Palembang untuk perumahan PT.Lonsum, dan beberapa tempat lainnya. Sebagai sebuah inovasi struktur  yang membentuk ruang, RISHA perlu ditinjau kemampuannya dalam  menyediakan  kenyamanan  arsitektural,  manakala  RISHA  dibangun  dengan  mengikuti  panduan  pembangunan  rumah  type  standar  36  m2,  yang  menjadi  ukuran  standar  rumah  untuk  Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)  .  Tulisan  ini  perlu  dilakukan  supaya  kemampuan  struktural  RISHA  dapat  diikuti  oleh  kemampuan  arsitekturalnya  dalam  menyediakan  hunian  rumah  yang  terjangkau  dan  nyaman  terutama bagi mereka Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Gambar 2. Dasar pemilihan dan pengembangan teknologi RISHA

2.  Pembahasan

2.1. Informasi awal bagi akademisi untuk mengembangkan dan meningkatkan kajian tentang perumahan.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, terutama di bidang bangunan dan konstruksi, kita mengenal teknologi beton pra cetak tatau pre cast.  Teknologi beton pracetak  berkembang  mula-mula  di  Negara  Eropa.  Penggunaan teknologi ini digunakan pada bangunan Gedung, yaitu   sebagai  balok  beton  precetak  untuk  pembangunan Casino  di  Biarritz,  yang  dibangun  oleh  kontraktor  Coignet,  Paris  1891. Sementara itu, teknologi  Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag   di   Hamburg   dan   mulai   digunakan   tahun   1906. Dengan ditemukannya teknologi ini, maka pada  tahun  1912   beberapa   bangunan   bertingkat   menggunakan   sistem   pracetak   berbentuk   komponen-komponen,    seperti    dinding,    kolom    dan    lantai    yang    diperkenalkan    oleh    John.E.Conzelmann.    Bangunan Gedung yang terdiri dari Struktur  dengan  komponen menggunakan teknologi beton  pracetak ,  beton    bertulang    juga    diperkenalkan  di  Jerman  oleh  Philip  Holzmann  AG,  Dyckerhoff  &  Widmann  G  Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll. 

Para peneliti terus mengembangkan hasil temuannya, sehingga ditemukan dan dapat dikembangkan Sistem teknologi beton pracetak  aman  gempa  dipelopori  pengembangannya  di  Selandia  Baru,  Amerika  dan  Jepang.   Mereka pelakukan penelitian yang berlanjut secara berkala dan  ternyata  baru  dilakukan   penelitian  intensif  tentang  sistem  pracetak  aman  gempa  pada  tahun  1991. Dimana, untuk menjawab masalah aman gempa ini, dibuat  program  penelitian  bersama  yang  dinamakan  PRESS (Precast Seismic Structure System).

Di Indonesia juga, seiring berkembangnya teknologi konstruksi bangunan Gedung, telah  mengenal  sistem  pracetak  yang  berbentuk  komponen antara lain,  seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970-an.  Sistem dan teknologi beton    pracetak ini   semakin   berkembang   dengan   ditandai   munculnya   berbagai   inovasi seperti Sistem antara lain :

a.       Column Slab (1996)

b.       L-Shape Wall (1996)

c.       All  Load  Bearing  Wall  (1997)

d.      Beam  Column  Slab  (1998)

e.       Jasubakim   (1999)  

f.        Bresphaka   (1999)   dan  

g.      T-Cap   (2000).  

Dalam perkembangan teknologi beton pra cetak di Indonesia bangunan yang menggunakan teknologi tersebut untuk pembangunan rumah susun sewa (rusunawa). Hal ini menjadi pilihan karena Sistem  pracetak  telah  terbukti  dapat  mendukung  pembangunan  rumah  susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis

Menurut Hariandja  dkk, tahun 2011 mengatakan bahwa ,penerapan  teknologi  pracetak atau beton precast di  Indonesia  bukan  merupakan  hal  yang  baru  lagi  dalam pengembangan pembangunan  rumah  susun  di  Sarijadi  Bandung.  Hal ini terus berkembang, sehingga muncul contoh  bangunan lainnya  antara lain   pembangunan  rumah  dengan  menggunakan  sistem  waffle-crete  di  Cilincing,  Cengkareng  dan  Batam  di  tahun  1995.  Realitanya di lapangan hingga  kini  terdapat  kurang  lebih  40  sistem  beton  pracetak  yang  sudah  diterapkan  untuk  pembangunan  rumah  susun. Hal ini yang membuat teknologi beton pra cetak pada proyek  RISHA  merupakan  salah  satu  varian  dari  beton  pracetak,  dengan  3  komponen  utama,  yaitu  sambungan  berbentuk  c,  dan  dua  balok  standar , dimana komponen tersebut diberi nama : Panel Struktural P1, Panel Struktural P2 dan Panel Struktural P3 (Penyambung).

Agar dapat menguji dan mengembangkan komponen beton pra cetak yang digunakan pada teknologi RISHA, ada baiknya kita tau material dan susunan komponen dari ke tiga komponen utama tersebut yaiu :

a.      Komponen Struktural

Panel Struktural P1

Panel struktural P1 berfungsi sebagai pemikul beban yang bekerja pada bangunan gedung, baik beban mati maupun beban hidup. Penggunaan panel P1 ini harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menyalahi pada sistem konstruksi yang ada, sehingga dapat memberikan layanan sebagai struktur bangunan gedung. Penggunaan panel P1 ini  dapat digunakan  sebagai sloof, balok, maupun sebagai kolom. Sebagai catatan bahwa penggunaan panel P1  sebagai kolom, biasanya  digabung bersama Panel P2.  Seperti kita ketahui dalam ilmu konstruksi, fungsi balok adalah mendistribusikan beban yang diterima dari plat yang dipikul, atau beban yang ditumpukan pada balok ke pada kolom, lalu kolom akan meneruskannya ke pondasi.  Lalu, beban yang diterima oleh pondasi melalui kolom, akan didistribusikan ke dalam tanah. Dalam hal inilah, karena kondisi fisik tanah di bawah pondasi berbeda-beda daya dukung dan penurunannya, maka dibutuhkan sloof yang bertugas untuk mengatur kekakuan antara pondasi dan balok, sehingga diupayakan penurunan bangunan akan seragam. Sebab jika terjadi perbedaan penurunan di masing-masing pondasi, akan mempengaruhi terhadap posisi balok dan kolom, dehingga struktur bangunan akan mengalami perubahan gaya yang bekerja dan dapat mengakibatkan kegagalan struktur tersebut.

Gambar 3. Komponen struktural  P1 dari RISHA

Panel Struktural P2

Kegunaan dari komponen panel struktur P2 Mirip dengan kegunaan panel struktur P1.  Panel Struktural P2 berfungsi sebagai pemikul beban yang bekerja, baik beban mati maupun beban hidup, dimana permukaannya tertutup dan tidak tembus pandang. Namun penggunaan Panel P2 lebih digunakan

sebagai komponen kolom penyangga seperti sudah dijelaskan di atas, penggunaannya sebagai kolom  digabung bersama Panel P1. Gamabar 4 berikut ini lebih menjelaskan dari perakitan tersebut.

 


Gambar 4. Komponen struktural P2 dari RISHA

 Panel Struktural P3 (Penyambung)

Seperti kita ketahui dalam ilmu konstruksi, fungsi balok adalah mendistribusikan beban yang diterima dari plat yang dipikul atau beban yang ditumpukan pada balok ke pada kolom, lalu kolom akan meneruskannya ke pondasi.  Lalu, beban yang diterima oleh pondasi melalui kolom, akan didistribusikan ke dalam tanah. Mengingat bahwa konstruksi ini didukung oleh beton pra cetak, maka dibutuhkan alat sambung yang sesuai dan cocok digunakan. Dalam hal ini, dibuatlah panel struktural P3 dengan penulangan yang sesuai dan mutu beton yang sudah direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

Panel P3 berfungsi sebagai simpul pada konstruksi atau penyambung pemikul beban yang bekerja, baik beban mati maupun beban hidup, yang terjadi pada struktur bangunan gedung. Simpul merupakan titik pertemuan konstruksi antara kolom dan balok atau  dapat juga titik pertemuan konstruksi antara kolom dengan   sloof, pertemuan kolom, balok dan kaki kuda-kuda untuk atap.

 

Gambar 5. Komponen struktural P3 sebagai alat penyambung  dari RISHA

a.      Pembuatan Komponen P1, P2 dan P3

Pembuatan komponen beton pra cetak untuk bangunan RISHA dapat dilakukan secara pabrikan, atau dapat juga dibuat sendiri oleh penggunanya. Seperti kita ketahui, bahwa komponen RISHA ini terdiri dari beton bertulang. Langkah awal adalah dilakukan pemotongan besi tulangan sesuai dengan ukuran perencanaan, lalu besitulangan dirakit seperti terlihat pada gambar 6 di bawah ini. Setelah selesai dirakit, maka dilakukan pengecoran pada cetakan material sesuai dengan mutu beton yang diinginkan . ( Disesuaikan dengan mutu beton yang dibutuhkan dalam pembangunan rumah/struktur)

Tabel 1. Dimensi dan tampilan fisik komponen struktural RISHA

 

a.       Komponen Non-Struktural RISHA

Dinding Pracetak

.

Gambar 7. Gambar dinding pracetak dan pemasangannya.

Dinding Pasangan Bata


Gambar 8. Pemasangan dinding bata pada RISHA.

Dinding yang lain (  Dinding  multi plekatau GRC, dll)

Gambar 9. Gambar Dinding  multi plekatau GRC pada RISHA.

1.1. Informasi bagi para pengusaha perumahan dalam mengembangkan usahanya, sehingga dapat dijangkau masyarakat luas terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Dari penjelasan di atas, diharapkan para pengembang dan perusahaan yang bergerak di bidang property dapat memperoleh informasi tentang pembangunan rumah RISHA, sehingga dapat mengembangkannya serta mebangun rumah RISHA dengan harga yang terjangkau. Dalam pembangunan rumah RISHA ini, menghemat waktu, tenaga kerja dan material perancah maupun bekisting atau cetakan. Hal ini tentu akan mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan rumah RISHA, dimana kita tahu, semua biaya yang dibutuhkan akan dibebankan pada konsumen. Dengan konsep ini, diharapkan rumah RISHA dapat dijual dengan harga yang terjangkau, sehingga dapat dijangkau masyarakat luas terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

 

1.2.Team Arsitektural dalam merencanakan Rumah Sederhana.

Dari penjelasan di atas, diharapkan para perencana perumahan dapat memperoleh informasi tentang pembangunan rumah RISHA, sehingga dapat direncanakan sesuai dengan material dan komponen P1,P2 dan P3 rumah RISHA.  Dalam perencanaan harus mempertimbangkan :

1.      Dimensi bangunan rumah harus disesuaikan dengan komponen RISHA yang sudah tercetak terlebih dahulu.

2.      Pemilihan material penutup, partisi atau sekat ruangan disesuaikan dengan tampilan yang dihasilkan oleh komponen P1,P2 dan P3 rumah RISHA .

3.      Perhitungan lama pekerjaan harus disesuaikan dengan reduksi waktu oleh beberapa komponen beton pracetak yang ada pada bangunan RISHA.

4.      Dengan menggunakan beton pra cetak pada rangka atau struktur bangunan, berarti untuk konstruksi tersebut perencana dapat mengurangi waktu setting time pada beton.

5.      Menyesuaikan bentuk kuda-kuda atap sesuai dengan kebutuhan rumah RISHA.

2.      Penutup.

Penulisan ini hanya bersifat informasi awal, sehingga perlu dikembangkan lagi kea rah penelitian ataupun kajian, mengingat di Indonesia daerah yang rawan terjadi gempa bumi.  Rumah model RISHA ini sangat baik dikembangkan di daerah rawan gempa, karena dapat dilakukan dengan cepat, murah serta aman terhadap gempa.

Saran

Perlu dilakukan penelitian atau kajian tentang perbandingan atau efisiensi pembangunan rumah biasa, dengan  teknologi RISHA baik dari segi waktu dan biaya. Dari dugaan sementara, titik lemah jika terjadi gempa adalah joint atau titik temu sambungan antar komponen, hal ini perlu dilakukan penguatan kesimpulan melalui kajian dan penelitian lanjutan.

 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Anonim, RISHA, Rumah lnstan Sederhana Sehat (Jakarta: Badan Penerbit PU, 2006).

1.

2.      -----------, Keputusan Menteri Pekeriaan Umum No. 20/KPTS/1986 Tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun (Jakarta: Departemen PU,l 986).

3.      ------------, Peroturan Menteri Pekeriaan Umum No. 54/PRT/1991 Tentang Pedoman Teknis Pembongunan Perumahon Sangat Sederhana (Jakarta: Departemen PU, 1999).

4.      -------------, Modifikasi Spesifikasi Teknis Rumah Sederhana (Bandung: Puslitbang Permukiman, 2001).

5.      Balchim P. & Rhoden M. Housing, 1998 , the Essential Foundotions , London:Routledge.

6.      http://puskim.pu.go.id/risha-rumah-instan-sederhana-sehat/

7.      http://puskim.pu.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Nama-Aplikator-RISHA-Oktober-2016.pdf

8.      Official Site Puslitbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum. http://puskim.pu.go.id/

 



 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reaksi Tumpuan akibat beban terbagi rata.